Sejak 5 tahun terakhir, Dusun Genting, Desa Karanggambas Kecamatan Padamara, Purbalingga Jawa Tengah dikenal sebagai sentra sapu. Setap bulan, sebanyak 100.000 potong sapu dari desa ini di jual ke Korea Selatan, Malaysia, dan Jepang.
Sapu Gelagah |
Usaha ini tidak terlepas dari Bambang Triono sebagai pionir sapu didesanya. Bambang memulai usahanya 13 tahun lalu. Dia selalu dicibir karena dipandang usahanya sebagai produk murahan dan tidak ada prospek. Dia menjajakan usahanya berkeliling dengan sepedanya dari desa ke desa. "Membuat sapu 300 potong kadang cuma laku separuh dalam sebulan", tuturnya.
Namun bambang tidak pernah patah semangat dan terus bekerja keras sehingga UD.Rayung Pelangi miliknya semakin berkembang hingga sapu-sapu buatannya diekspor ke Malaysia, Jepang dan Korea Selatan.
Kini sekitar 200 warga desa Karanggambas menjadi karyawannya dan sebanyak 114 keluarga Dusun genting mengikuti jejaknya membuat sapu dalam bentuk plasma lalu disetor ke Bambang untuk dijual.
Pilihan Hidup
Bekerja membuat sapu telah dikenal Bambang sejak kecil. Saat disekolah dasar dia ikut bekerja membuat sapu dirumah tetangganya. Sehari dia mampu merapikan 100 helai dengan imbalan Rp.20 per helai sapu, Karena tidak mampu biaya sekolah, lulus sekolah dasar. Sekitar umur 13 tahun dia merantau dan Bekerja sebagai tenaga kerja kebersihan disebuah instansi di Bandung selama 3 tahun. Setelah mendapat hasil sekitar Rp. 1,5 juta ia bekerja di Bandung, Bambang memulai usaha barunya membuat sapu dan kembali ke Purbalingga. Karena keterampilannya sejak kecil maka usaha sapunya di pilih sebagai jalan hidup.
Awalnya sapu yang dibuat berbahan dasar ijuk kelapa namun karena lama kelamaan sulit didapatkan maka ia beralih ke rumput glagah yang lebih halus dan ketersediaan yang lebih melimpah di Purbalingga. Pada 3 tahun awal usahanya berkeliling dengan sepeda dari rumah ke rumah, bahkan dengan hasil yang tidak laku sudah menjadi pengalamannya setiap hari.
Sambil berkeliling dia membangun jaringan hingga dipercayai menyuplai sapu ke sejumlah distributor di Purwokerto. Pada awal tahun 2000 dia mampu menyuplai sapu-sapunya ke Tasikmalaya, Bandung, Bogor dan Jakarta. Pada tahun 2002, dia mengalami rugi besar akibat dia ditipu salah seorang distributor bahkan tidak hanya itu Kredit usahanya pun macet sehingga puluhan karyawannya pun menganggur dan usahanya hampir 2 tahun vakum. Pada tahun 2004, dia berupaya membangkitkan lagi usahanya dan membenahi manajemennya. "Itu kesalahan saya waktu itu masih minim pengetahuan manajerial", tuturnya.
Distributor Luar negeri
Pada tahun 2005, produksi sapunya menarik minat distributor asal Malaysia yang ia kenal dari seorang temannya di Bandung. Bambang diminta mengirimkan sapunya sebanyak 10.000 potong ke Malaysia. Usahanya pun semakin berkembang hingga tahun 2008 permintaan ekspor bertambah dari negara Korea Selatan dan Jepang. Semula 2 negara tersebut dikuasai sapu asal Myanmar. Namun dengan desain yang lebih rapih dan kualitas bulu sapu yang baik. Bambang dapat menggeser sapu pasaran Myanmar di 2 negara tersebut.
Di Korea Selatan setiap bulan ia mengirimkan 80.000 sapu. Bambang mempunyai 2 distributor dari Korea Selatan dengan mengirimkan masing-masing desain sapu yang berbeda. "Dua distributor itupun bersaing di negaranya. Padahal yang dijual itu semuanya sapu buatan warga Karanggambas sini," ungkapnya sambil tertawa.
Kini Bambang mampu menjual 110.000 sapu. Diantaranya 100.000 untuk pasar ekspor dan sisaya untuk pasar lokal. Permintaan sapu di pasar luar negeri sangat besar. Setiap bulan Bambang mendapat permintaan tidak kurang dari 200.000 potong, namun dapat dipenuhinya hanya separuh. "Keinginan saya adalah dapat memenuhi semua permintaan. Dengan cara itu akan makin banyak pengangguran terserap dan sapu Purbalingga semakin dikenal di luar negeri", ujarnya.
Sumber : Koran Kompas, Sabtu 16 April 2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar